BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi Syariah
merupakan ilmu pengetahuan social
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di
ilhami oleh nilai-nilai islam. Ekonomi syariah berbeda dengan kapitalisme, sosialisme, maupun
negara kesejahteraan (Welfare state). Berbeda dengan kapitalisme karena islam
menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan
melarang menumpuk kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kacamata islam merupakan
tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.
Perkembangan ekonomi syari’ah di
Indonesia demikian cepat, khususnya perbankan, asuransi dan pasar modal. Jika
pada tahun 1990-an jumlah kantor layanan perbankan syariah masih belasan, maka
tahun 2000an, jumlah kantor pelayanan lembaga keuangan syariah itu melebihi
enam ratusan yang tersebar di seluruh Indonesia. Perkembangan lembaga ekonomi syariah
yang demikian cepat harus diimbangi dengan sumber-sumber ekonomi yang
terdiri dari SDA, SDM, Modal, Manajemen dan Teknologi
B.
Rumusan Masalah
1. Sumber Ekonomi syariah yang berasal dari Sumber Daya Alam
(SDA)
2. Sumber Ekonomi syariah yang berasal dari Sumber Daya Manusia
(SDM)
3. Sumber Ekonomi syariah yang berasal dari Modal
4. Sumber Ekonomi syariah yang berasal dari Managemen
5. Sumber Ekonomi syariah yang berasal dari Teknologi
C. Tujuan Penulisan
Pembaca diharapkan dapat mengetahui dan memahami
sumber-sumber lembaga ekonomi syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sumber
– Sumber Ekonomi Syariah
1.
Sumber
daya alam (Natural Resources)
Bumi yang
telah dihamparkan oleh Allah SWT sebagai salah satu unsur dari susunan sistem
tata surya mempunyai luas 510 juta km2
yang terdiri seluas 148,5 dataran (29,12 %) dan seluas 361,5 juta
km2 berupa lautan (70,82 %). Allah SWT
juga memberikan pasak bumi berupa gunung berikut padang gembala preiri serta
padang pasir seluas 62,1 juta km2. Disamping itu masih terdapat pula cadangan lahan
yang belum didiami manusia yang berupa pulau-pulau terpencil dan juga sumber
alam yang belum digali di daerah kutub utara dan selatan seluas 12,5 juta km2.
Unsur sunatullah yang terdapat pada gunung-gunung dan kedua kutub inin adalah
untuk menyimpan dan mendistribusikan air ke segala penjuru dunia, serta sebagai
perbekalan mineral yang sangat berharga bagi kehidupan manusia dan menjaga
keseimbangan rotasi bumi dalam garis edar tata surya. Sebagian besar sumber
daya ini belum banyak dijamah manusia hingga dewasa ini.[1]
Manusia
diciptakan oleh Allah SWT selain untuk berbakti kepada Nya juga berfungsi
sebagai khalifatullah (wakil Allah di bumi), dimana selain dapat memanfaatkan
bumi seisinya untuk kepentingannya, juga mempunyai kewajiban untuk
kelestariannya, sehingga tidak terjadi kerusakan di bumi ini karena ulahnya.
Oleh karena itu, kecenderungan manusia untuk hidup secara materialis dan budaya
konsumerisme yang hanya berlandaskan atas income yang ada tanpa memikirkan
sifat boros (israf) haruslah dihilangkan. Demikianlah juga dengan krisis moral
yang telah mengracuni jiwa warga dunia dengan adanya kecenderungan pihak
penguasa ekonomi kuat untuk mengeksploitasi Negara-negara miskin, dan juga
adanya keengganan Negara surplus ekonomi membantu Negara miskin hendaknya harus
diakhiri dengan jalan menghidupkan kembali pemanfaatan sumber daya alam ini
dengan cara yang islami sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Prinsip
dasar tentang sumber daya alam telah diungkapkan oleh Allah SWT dalam surat
Ibrahim (14) ayat 32-34 :
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur tAtRr&ur ÆÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ylt÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# $]%øÍ öNä3©9 (
t¤yur ãNä3s9 ù=àÿø9$# yÌôftGÏ9 Îû Ìóst7ø9$# ¾ÍnÌøBr'Î/ (
t¤yur ãNä3s9 t»yg÷RF{$# ÇÌËÈ t¤yur ãNä3s9 }§ôJ¤±9$# tyJs)ø9$#ur Èû÷üt7ͬ!#y (
t¤yur ãNä3s9 @ø©9$# u$pk¨]9$#ur ÇÌÌÈ Nä39s?#uäur `ÏiB Èe@à2 $tB çnqßJçGø9r'y 4
bÎ)ur (#rãès? |MyJ÷èÏR «!$# w !$ydqÝÁøtéB 3
cÎ) z`»|¡SM}$# ×Pqè=sàs9 Ö$¤ÿ2 ÇÌÍÈ
Artinya
: “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan
dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai
buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu
supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah
menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. dan Dia telah menundukkan (pula)
bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan
telah menundukkan bagimu malam dan siang.dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya
manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.
Firman
Allah tersebut mengisyaratkan bahwa nikmat Allah yang diturunkan kepada hamba
Nya sangat beragam dan tidak mungkin dapat dihitungnya secara pasti. Sumber
daya alam meliputi segala sesuatu yang ada di dalam dan di luar ataupun
disekitar bumi yang menjadi sumber ekonomi seperti pertambangan, pasir, tanah
pertanian, dan sungai. Bumi sebagai sumber daya alam dapat diberdayakan untuk
pertanian, peternakan , mendirikan kawasan industry, melaksanakan perdagangan,
sarana trasportasi ataupun pertambangan. Agar semua ini dapat dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan manusia, maka umat islam diperintahkan untuk
memanfaatkan bumi dengan sebaik-baiknya dan seoktimal mungkin sesuai dengan
keteapan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
2.
Sumber
daya manusia (Human Resources)
Berkaitan dengan sumber daya
manusia, Allah SWT telah memberikan jaminan bahwa islam adalah agama yang
lengkap dan sempuna dan Allah merelakan bahwa agama islam dipakai sebagai
pondasi kehidupan manusia di dunia dan akhirat bagi pemeluknya. Allah SWT telah
menetapkan bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna dengan bekal akal dan
pikiran yang diberikan, diperintahkan untuk menjadi insan yang berakhlak dan
bertakwa, tidak membuat kerusakan di muka bumi, manusia yang seperti inilah
yang akan memperoleh keberuntungan baik di dunia dan akhirat.
Konsepsi islam tentang sumber
daya manusia adalah tidak membedakan tinggi rendahnya manusia, sama sekali
Allah tidak melihat tentang pangkat dan martabat serta harta yang dimiliki,
melainkan dilihat kadar iman dan amal ibadahnya terhadap Allah yang
menciptakannya.
Mengingat pentingnya posisi
manusia di dunia ini, maka manusia harus mengunakan kesempatan di dunia ini
untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya untuk semua manusia, mencari nafkah dan
mengeluarkan zakat, bekerja untuk kepentingan dirinya, keluarganya dan
masyarakat, serta menegakkan keadilan dan kebenaran dimanapun ia berada. Untuk
itu diperlukan beberapa prinsip ekonomi yang harus dilaksanakan, antara lain
kerja dan amal (labor), berniaga dan wirausaha (bisnis and entrepreneurship)
dan kepemilikan.
a.
Kerja dan amal
(labor)
Bekerja merupakan inti kegiatan
ekonomi, tanpa adanya aktifitas kerja maka roda kegiatan ekonomi tidak pernah
dapat berjalan. Bekerja merupakan kewajiban bagi setiap individu dan
masyarakat, tidak ada alasan untuk bemalas-malasan dan bergantung kepada pihak
lain demi tegaknya sebuah kehidupan masyarakat. Menurut sa’id sa’ad marathon[2],
bekerja merupakan fardhu ‘kifayah jika bekerja itu dapat mendorong kegiatan
ekonomi yang dapat menghadirkan barang dan jasa yang sangat diperlukan untuk
keperluan masyarakat. Seluruh individu masyarakat akan berdosa apabila tidak
ada seorangpun yang mau melakukan pekerjaan yang dapat menghasilkan. Selain dari
itu, terdapat beberapa nilai syariah atau konsep dasar dalam bekerja yakni
kesungguhan dan kejujuran (siddiq), keadilan, kepercayaan, dan keikhlasan.
Menurut
Ruqaiyah waris masqood[3],
bekerja dalam pandangan islam dimaksud untuk merain tujuan-tujuan antara lain :
pertama bekerja sebagai bagian daripada
kewajiban yang telah diperintahkan. Islam menciptakan hubungan langsung antara
bekerja dan perwujudan ketakwaan seseorang terhadap Allah SWT keduanya sama-sama perlu dan penting..
kedua, bekerja sebagai dasar martabat
manusia. Agama islam menekankan kebutuhan akan martabat, nilai pribadi, dan
harga diri seorang muslim. Semua ini hanya bsa diraih jika setiap orang
memperoleh penghasilan sendiri, setidak-tidaknya untuk kebutuhannya sendiri.
Ketiga, sumber penghasilan yang baik.,
agama islam tidak hanya menyuruh bekerja, tetapi juga memerintahkan untuk memanfaatkan
hasil kerja itu kepada hal-hal yang baik dan halal.
Keempat, bekerja sebagai sarana untuk
melayani kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Kelima, bekerja sebagai sarana untuk
mencapai perkembangan dan kemajuan, bekerja tidak hanya sekedar standar ekonomi
dan social secara individu, tetapi juga untuk kemajuan seluruh masyarakat.
Dan
yang keenam,
bekerja sebagai sarana untuk memanfaatkan pembendaaan karunia Allah SWT pada
masing-masing individu.
Sehubung dengan hal tersebut,
agama islam sangat menekankan kepada umatnya agar tekun dan bekerja keras untuk
mendapatkan kekayaan materil di siang hari. Akan tetapi juga untuk mendapatkan
keselamatan spiritual nya di malam hari. salah satu tipe pekerjaan yang harus
dilaksanakan oleh seorang muslim adalah melaksanakan perniagaaan (bisnis).
Meskipun perniagaan itu menawarkan
keuntungan (profit), maka harus diperolehnya dengan bekerja keras dan
bijaksana. Agama islam memandang bahwa suatu pekerjaan yang dilakukan dengan
baik, ikhlas dan jujur adalah suatu perbuatan yang sama baiknya dengan
kesalehannnya kepada Allah SWT dan kepada oarang-orang seperti ini Allah
menjanjikan bahwa dia termasuk orang yang mendapat derajat yang tinggi dan
tidak merugi.
Dalam kaitannya dengan kerja
sebagai kegiatan ekonomi, Suroso Imam Zadjuli[4],
mengemukakan bahwasannya islam mempunyai etos kerja tersendiri yang berbeda
dengan konsep kerja menurut sistem liberal, diantaranya :
Pertama,
niat bekerja
adalah karena Allah semata.
Kedua, dalam hal bekerja harus
memberlakukan kaidah dan naorma yang telah ditetapkan oleh nash secara
totalitas.
Ketiga, motivasinya adalah mencari
keuntungan di dunia dan di akhirat. Keberuntungan disini artinya setelah
manusia bekerja dan berusaha, yang menentukan berhasil tidaknya pekerjaan itu
Allahlah yang menentukannya sedangkan hasil pekerjaan orang kafir , hanya dapat
dinikmati di dunia saja.
Keempat dalam bekerja dituntut untuk
menerapkan asas efesiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan alam.
Kelima, menjaga keseimbangan antara
mencari harta dan ibadah yang dilaksanakannya.
Dan
yang keenam,
setelah berhasil dalam bekerja dan mendpat hasil yang diharapkannya, maka
bersyukurlah kepada Allah atas rezeki yang diperolehnya itu.
Agar dalam mencari kerja tidak
persaingan yang tidak sehat, maka Negara mempunyai peran untuk mengatur dan
mengawasi jalannya kegiatan mencari pekerjaan ini sehingga tidak merusak
tatanan ekonomi yang sedang berjalan. Kan tetapi, peran yang dilaksanakan
Negara itu hendaknyatidak berupa intervensi atas kebebasan individu untuk
memilih jenis pekerjaan yang diminati.
Menurut Mustafa Ahmad[5],
hampir disetiap halaman Al Quran terddapat referensi tentang “kerja”, ada 360
ayat yang membicarakan tentang amal dan 109 ayat yang membicarakan tentang
fi’il. Antara kata “amal” dan “fi’il” adlah dua kata yang yang sama-sama
mempunyai makna kerja dan aksi. Frekuensi penyebutan tentang kerja yang
demikian banyak ini menunjukkan betapa pentinnya segala bentuk kerja produktif
dan aktivitas dalam kegiatan ekonomi dalam mencapai kemakmuran. Kerja manusia
adalah sumber nilai yang riil, jika tidak bekerja maka dia tidak berguna dan
tidak mempunyai nilai. Ungkapan ini telah diploklamirkan oleh islam sejak lebih
dari satu millennium yang lalu, sebelum para ahli ekonomi klasik menemukan
fakta-fakta yang ada.
Dalam ilmu manajemen sering
disebutkan bahwa “the quality worker bagin with the right attitude” (kualitas
pekerja dimulai dengan perilaku yang baik). Ungkapan ini menegaskan bahwa sikap
yang mulia perlu dibangun dalam aktivitas kerja. Sikap mulia merupakan dorongan
internal yang seharusnya internalized dalam setiap pribadi.
Disinilah dibutuhkan ketajaman
motivasi kerja yang tangguh dan kukuh, maka produktivitas kerja akan semakin
meningkat. Agama secara nyata membuktikan keandalannya sebagai sumber motivasi
terpenting dalam kehidupan.
b.
Berniaga dan
wirausaha (bisnis and entrepreneurship)
Menurut Shinner sebagaimana yang
dikutip olleh Muhammad ismail yusanto, mendefinisikan bisnis dan wirausaha
sebagai pertukaran uang jasa atau barang yang saling menguntungkan atau member
manfaat. Adapun menurut anoraga dan soegiastuti, bahwa bisnis itu memeiliki
makna dasar sebagai “the buying and selling of goods and service.” Adapun dalam
pandangan staul dan attner, bisnis adalah suatu organisasi yang menjalankan
aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen
untuk memperoleh profit. Barang yang dimaksud adlah suatu produk yang secara
fisik memiliki wujud, sedangkan jasa adalah aktivitas-aktivitas yang member
manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya. Dari beberapa definisi ini
dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan bisnis adalah suatu organisasi
pelaku bisnis yang akan melakukan aktivitas bisnis dan wirausaha dalam bentuk
memproduksi atau mendistribusikan barang atau jasa untuk mencari profit dan
mencoba memuaskan keinginan konsumen.
Secara umum,terdapat empat input
yang selalu digunakan oleh pelaku bisnis dan wirausaha dalam melakukan
kegiatannya yakni :
Pertama, sumber daya manusia, sekaligus
berperan sebagai operator dan pengendali organisasi bisnis.
Kedua, sumber Daya alam, termasuk
tanah dan segala yang dihasilkannya.
Ketiga, modal, meliputi keseluruhan
alat pelengkapan, mesin serta bangunan dan tentu saja dana yang dipakai dalam
memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa.
Keempat, entrepreuneurship, yang
mencakup segala aspek keterampilan dan keberanian untuk mengombinasikan ketiga
faktor sebelumnya untuk mewujudkan suatu bisnis dalam rangka menghasilkan
barang dan jasa. Adapun aktivitas yang harus dilakukan oleh pelaku bisnis dan
wirausaha adalah memproduksi suatu barang dan jasa, memasarka produk tersebut
kepada konsumen, mempertanggung jawabkan transaksi keuangan,
merekrut/mempekerjakan/melatih dan mengevaluasi kerja karyawan, mengelola dana
dan memproses informasi.
Menurut Mustafa Ahmad[6],
bisnis dan wirausaha yang menguntungkan itu harus memiliki tiga elemen dasar
yakni :
Pertama, mengetahui investasi modal yang
paling baik dengan pengetian dia melakukannya dengan baik dan penuh keikhlasan,
maka pahala dari inventasi itu akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.
Kedua, membuat keputusan dengan logis
sehat dan masuk akal, dengan pengertian apabila putusan yang diambil tidak
menyimpang dari ketentuan Allah, maka hasil bisnis dan wirausahanya kan tahan
lama dan bukan hanya merupakan bayang-bayang dan tidak kekal.
Ketiga, mengikuti perilaku yang benar
sebab apabila hal ini dilakukan akan ada jaminan bahwa investasi yang dilakukan
akan mendapat untung sebagaimana yang diharapkan.
Islam melarang praktik bisnis dan
wirausaha yang dilakukan dengan cara tipu daya dan curang, mengosumsi milik
orang lain dengan cara batil, tidak menghargai prestasi, partnership yang
invalid, pelanggaran dalam membayar gaji dan utang, penimbunan harga,
proteksionisme, melakukan hal yang melambungkan harga, praktik monopoli,
tindakan yang menimbulkan kerusakan, melakukan pemaksaan dan melakukan riba.
Agar praktik bisnis terlarang ini tidk dilakukan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, maka dilakukan campur tangan Negara dalam menegakkan hukum,
pentingnya hisbah untuk memerintahkan yang baik dan adil jika keadilan sedang
dilanggar atau tidak dihormati dan diperlukan kesadaran masyarakat muslim untuk
menggerakkan proses implementasi melaksanakan aturan-aturan Al Quaran dan
Hadis.
c.
Kepemilikan
Salah satu komponen yang sangat
erat hubungannya dengan sumber daya manusia (SDM) adlah kepemilikan terhadap
benda , baik benda yang berwujud maupun benda yang tidak berwujud , baik
bergerak maupun tidak bergerak. Pemilikan terhadap suatu benda merupakan kegiatan
ekonomi, sebab dengan aset kepemilikan ini roda ekonomi dapat dijalankan dan
sudah menjadi tabiat manusia dengan kepemilikan ia selalu berusaha untuk
mendapatkan untung (profit) dari harta yang menjadi miliknya.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, yang
dimaksud dengan milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya
dapat dilakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya
itu, dan bisa dinikmati manfaatnya selama tidak ada halangan syara’.
Menurut hasby ash Shiddieqy,
milik menurut bahasa adalah memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas
kepadanya. Adapun menurut istilah adalah suatu ikhtisar yang menghalangi yang
lain menurut syara’ yang membenarkan pemilik ikhtisar ini bertindak terhadap
barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang.
Para pakar hukum islam membagi
atau membedakan hak milik menjadi 2 bagian, yakni :
Pertama, milik yang sempurna (milkut
tam), yaitu hak milik yang meliputi penguasaan terhadap bendanya (dzatnya) dan
manfaatnya (hasl) benda secara keseluruhan. Pembatasan terhadap penguasaan
benda tersebut hanya di dasarkan kepada pembatasan yang ditentukan syara’ dan peraturan UU yang berlaku dalam suatu
Negara.
Kedua, milik yang kurang sempurna
(milkun naqish), karena kepemilikannya hanya meliputi benda saja atau
manfaatnya saja.
Kepemilikan terhadap suatu benda
menurut konsep hukum islam dapat diperoleh melalui beberapa cara, antara lain :
Pertama, dengan cara ihrazul mubahah
yakni memiliki suatu benda yang memang dapat dan boleh dijadikan sebagai objek
kepemilikan, seperti berburu, membuka lahan baru yang belum ada pemiliknya,
mengusahakan pertambangan, meendapat rampasan perang, dan mengunakan air
sungai/laut.
Kedua, disebabkan adanya akad, yakni
dengan cara mengadakan perjanjian dengan seseorang atau lebih untuk mengikat
diri terhadap sesuatu yang diperjanjikan.
Ketiga, disebabkan khalafiyyah yakni
bertempatnya sesorang atau sesuatu yang baru di tempat lama yang sudah hilang
pada berbagai macam rupa hak.
Keempat, disebabkan attawalludu minal
mamluk, yakni pemilikan atau hak yang tidak dapat digugat dan merupakan
dasar-dasar yang sudah tetap. ( seperti susu lembu adalah hak pemilik lembu).
3.
Modal
(Capital)
Pada mulanya modal (capital)
dianggap oleh pakar ekonomi islam bukan merupakan faktor produksi yang
independen dan buakn faktor dasar. Akan tetapi, dewasa ini modal sudah dianngap
sebagai faktor independen dalam kegiatan ekonomi islam, ia sudah mempunyai
peran tersendiri dalam proses produksi barang dan jasa. Para pakar ekonomi
islam telah mengakui bahwa modal mempunyai kontribusi yang cukup besar dan
sangat berarti dalam menghasilkan barang dan jasa ketika bergabung dengan
faktor produksi lainnya.
Menurut Said Sa’ad Marthon[7],
yang dimaksud dengan modal bukanlah yang semata, sebab uang itu hanya merupakan
medium of excharge (alat pembayaran) yang akan mengubbah menjadi modal setelah
uang itu diinvestasikan. Dalam pemahaman ekonomi modal, modal adalah semua
infrastruktur yang berfungsi menjaga eksistensi sebuah lembaga ekonomi atau
perusahaaan, misalnya mesin, alat-alat produksi dan trasportasi.
Para ekonom muslim bersepakat
tentang konsep modal (capital) yang merupakan bagian dari prinsip-prinsip
ekonomi syariah. Mereka menetapkan bahwa modal merupakan bagian dari harta
kekayaan yang dimaksudkan untuk menghasilkan barang dan jasa. Akan tetapi,
focus tentang pembahasan tentang modal ini terletak pada konsep harta yang
bersifat umum, yakni segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dapat
diperjualbelikan, serta wajib bagi yang merusak untuk mengantinya. Dengan
pengertian ini, dapat dipahami bahwa pengertian harta yang dikemukakan oleh
para ekonom muslim sangat luas, bisa mencakup modal didalmnya. Maka para ekonom
muslim membedakan penggunaan modal menjadi 2 macam yakni : fixer asset capital
yang digunakan untuk beberapa proses produksi dan tidak terjadi perubahan dan
variable asset yang di gunakan untuk satu proses produksi dan akan mengalami
perubahan seiring dengan berubahnya prooses produksi yang dilakukan seperti
labor dan sumber energy.
Modal merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam kegiatan ekonomi, tanpa modal maka segala roda ekonomi
akan berhenti. Syariah islam memberikan beberapa petunjuk dalam menggunakan
modal dengan berpegang teguh kepada prinsip keadilan, keseimbangan, dan
menginvenstasikan modal kepada jalan yang baik dengan tidak merugikan orang
lain.
Ada perbedaan terminology antara
menyimpan dan menimbun harta/modal. Menurut Said Sa’ad Marthon[8].
Penyimpanan (iddikhar) adalah kegiatan menahan sebagian income dalam waktu
tertentu dengan tujuan untuk investasi dan pre coution ( dana talangan untuk
jaga-jaga). Adapun penimbunan (iktinaz) adalah kegiatan menahan harta/modal
tanpa adanya transaksi atas harta/modal tersebut. Dalam kedua kegiatan,
harta/modal dibiarkan tersimpan tanpa adanyapembelanjaan dan invenstasi. Dengan
adanya kegiatan ini, current money (peredaran uang) yang ada di dalam pasar
akan berkurang, sehingga pasar tidak dapat berjalan dengan normal. Kondisi ini tentu
akan berakibat mismatch antara money supply dengan money demand dalam mekanisme
pasar. Dalam kegiatan ekonomi kegiatan ini tentu tidak di benarkan, sebab akan
mengacau kehidupan masyarakat. Perputara akan terhenti, zakat tidak bisa
dikeluarkan karena sulit untuk menghitungnya, sehingga antara pendapatan dan
kesejahteraaan tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Dengan hal tersebut dapat
diketahui bahwa dalam sistem ekonomi islam memperdaya dan pemanfaatan harta
kekayaan (termasuk modal) merupakan suatu tuntutan yang harus dilakukan, sebab
hal ini sangat erat kaitannya dengan eksistensi kehidupan masyarakat. Akan
tetapi, dalam memperdaya dan pemanfaatan harta/modal itu tidak boleh melakukan
secara sekehenda hatinya, sebab ia terikat dengan kewajiban, dimana terdapat
hak orang lain yang harus dipenuhi dengan membayar zakat, infak, dan sedekah kepada
orang yang memerlukannya
4.
Manajemen
(Management)
Para ekonom masih berselisih
pendapat tentang manajemen, sebagian mereka mengatakan bahwa manajemen itu
buakn sumber ekonomi sebab ia hanya metode yang harus diguanakan oleh seorang
pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi. Sebagiannya lagi mengatakan bahwa
manajemen merupakan sumber ekonomi yang sama kedudukannya dengan sumber-sumber
yang lain. Menurut mereka manajemen merupakan kebutuhan yang tak terelakkan
sebagai alat untuk memudahkan pencapaian tujuan dalam kegiatan ekonomi dan
organisasi perusahaan. Manajemen diperlukan untuk mengelola sumber daya
organisasi seperti sarana, prasarana, waktu, sumber daya, dan metode. Manajemen
juga diperlukan untuk mengetahui cara-cara yang lebih efektif dan efisien dalam
pelaksaan satu pekerjaan.
Secara realita dapat diketahui
bahwa manajemen merupakan sumber dari kegiatan ekonomi. Manajemen telah
memungkinkan para pelaku ekonomi mengurangi segala hambatan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sebab manajemen dapat mengantisipasi
segala perubahan yang begitu cepat dalam perkembangan ekonomi. Manajemen dalam
kegiatan ekonomi dimaksudkan sebagai proses penentuan melalui pelaksanaan empat
fungsi dasar sebagaimana yang dikemukakan George R.Terry yakni planning
(perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan), dan
controlling (pengawasan dan pengendalian). Oleh karena itu aplikasi manajemen
dalam kegiatan sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam kegiatan ekonomi
dalam rangka mencari keuntungan (profit) sebagai mana yang telah ditetapkan.
berkenaan dengan hal ini, Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad karebet
widjakusuma, mengemukakan bahwa islam telah menggariskan bahwa hakikat amal
perbuatan manusia itu harus berorientasi kepada usaha untuk mencapai ridha
Allah SWT, oleh karena itu, keberadaan manajemen dipandang pula sebagai suatu
sarana untuk memudahkan implementasi nilai-nilai islam dalam ekonomi tersebut.
Implementasi nilai-nilai islam berwujud pada difungsikannya ajaran islam
sebagai kaidah berpikir dan amal dalam seluruh kegiatan ekonomi. Nilai-nilai
islam inilah yang sesungguhnya paling utama dalam organisasi yang menjadi
payung strategi dan taktis dari seluruh kegiatan. Oleh karena itu, dalam
seluruh kegiaqtan manajemen, mulai dari manajemen organisasi, personalia,
keuangan, produksi dan pemasaran harus dikelola dengan nilai-nilai ajaran
islam.
Kegiatan manajemen yang behubungan
pencatatan sangat penting untuk dilaksanakan agar transaksi dapat dilakukan
dengan baik dan benar. Dalam kaitan ini, widodo menjelaskan bahwa pencatatan
ini sangat diperlukan karena :
Pertama, setiap transaksi harus didukung
oleh bukti dan hasil pencatatan itu dapat dijadikan alat bukti apabila timbul
sengketa di kemudian hari.
Kedua, dapat dijadikan bahan bagi
internal control dalam kegiatan organisasi
Ketiga, agar terwujudnya keadilan terhadap
pihak-pihak yang terlibat dalam organisasi.
Keempat, bagi oreang yang sudah mampu
membayar zakat maka diperlukan akutansi agar perhitungannya tepat dan akurat.
Kelima, islam sangat menekankan agar
segala perbuatan yang dilakukan itu selalu baik dan prefesional termassuk dalam
hal pencacatan dan akuntansi.
Inti dari kegiatan manajemen
adalah kepemimpinan (leadership) yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin.
Dalam islam, manusia mempunyai fungsi sebagai pemimpin baik untuk dirinya
sendiri, keluarga, kerabat, tetangga, masyarakat dan bangsa. Dalam bidang
keluarga, seorang pemimpin harus mencari nafkah secara halal dan
membelanjakannya oleh Allah SWT . pengeluaran konsumsi tidak boros dan mubazir,
menjauhan perilaku yang bersifat pamer sehingga menimbulkan kecemburuan masyakat
di sekitanya dan kegiatan-kegiatan lainnya. “setiap kamu adalah pemimpin dan
setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinanya”.
5.
Teknologi
Tepat Guna
Para ekonom islam berselisih
paham tentang kedudukan teknologi sebagai sumber ekonomi dalam islam. Sebagian
daripada mereka mengatakan bahwa teknologi itu bukan sumber ekonomi islam,
tanpa teknologi ekonomi dapat berjalan. Sebagiannya lain mengatakan bahwa
teknologi tepat guna merupakan sumber dari kegiatan ekonomi islam, sebab
teknologi itu mengandung dua dimensi yakni science dan engineering yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Kedua
elemen ini akan membentuk suatu peradaban yang dapat mempengaruhi kegiatan
ekonomi yang dilaksanakan oleh manusia.
Menurut capra sebagaimana dikutip
oleh Aji Dedi Mulawamah, kata teknologi
sudah mengalami perubahan sepanjang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan .
teknologi berasal dari literature Yunanai yaitu “tecnologia” yang di peroleh
dari asal kata techne yang bermakna wacana seni, ketika istilah ini pertama
kali digunakan dalam bahasa inggris pada abad ke-17, maknanya adalah pembahasan
sistematis atas “seni terapan” atau ‘pertukangan, dan beransur-ansur artinya
merujuk pada petukangan itu sendiri. Pada abad ke -20 maknanya di perluas
mencakup tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi
juga metode dan teknik non
materiil. Dengan kata lain teknologi adalah suatu aplikasi pada tehnik maupun
metodologi. Sekarang sebagian besar teknologi sudah diartikan sebagai kumpulan
alat, aturan dan prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap
suatu pekerjaan tertentu dalam cara yang memeungkinkan pengulangan.
Islam tidak apriori terhadap
kehadiran teknologi asalakan digunakan untuk kemakmuran manusia. Islam sangan
menentang , apabila teknologi digunakan untuk mendatangkan kemudharatan bagi
umat manusia. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa “ Rasulullah SAW pernah
meninjau lokasi pembibitan kurma dengan sistem kawin silang yang atas rekayasa
dari penelitian ini telah melahirkan buah kurma jenis unggul dan menghasilkan
panen yang berlimpah ruah, atas hasil rekayasa yang dilaku oleh para ahli waktu
itu sangat menyenangkan hati rasulullah SAW dan ketika ditanya sikap beliau
tentang teknologi semacam itu, beliau menjawab “Antum ‘alamu bi umuriddinyakum”
denga kata lain pelaksanaan teknologi kawing silang bibit kurma bisa
dibenarkan, sebab dengan kehadiran teknologi itu dapat menhasilkan buah kurma
unggul dan hasil berlimpah, sehinnga dapat mendatangkan kemakmuran kepadda
seluruh masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekonomi Islam
dibangun berdasarkan pada beberapa sumber , yaitu: Sumber daya alam, Sumber daya manusia, modal,
manajemen, dan teknologi. Ekonomi Islam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam.
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam, sudah pasti bahwa
ekonomi Islam memiliki tujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Dan
untuk kebahagiaan tersebut, diperlukan cara-cara maupun metodologi untuk
mencapainya. Seperti bagaimana cara bertransaksi maupun berekonomi yang benar
dan sesuai dengan ajaran Islam dengan
memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Mustafa,
Etika Bisnis Dalam Islam, ( Jakarta;
Pustaka Kautsar, 2005)
Marthon,Said
Sa’ad, Ekonomi Islam di Tengah Krisis
Ekonomi Global, (Jakarta: Zikrun Hakim, 2004)
Masqood, Ruqaiyah Waris, Harta Dalam Islam, (Jakarta: Lintas
Pustaka, 2003)
Zadjuli,Suroso
Imam, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992)
[2]
Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam di
Tengah Krisis Ekonomi Global, (Jakarta: Zikrun Hakim, 2004) hal 48-49
[3] Ruqaiyah Waris Masqood, Harta Dalam Islam, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2003) 61-66
[4] Suroso Imam Zadjuli, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992)
hal. 46
[5]
Mustafa Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam,
( Jakarta; Pustaka Kautsar, 2005) hal 11-13.
[6]
Ibid hal. 38-43
[7]
Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam di Tengah
Krisis Ekonomi Global, (Jakarta: Zikrun Hakim, 2004) hal 46-47
[8] Ibid hal 53-54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar