BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dengan wafatnya nabi Muhammad SAW, berhentilah wahyu
yang diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari yang beliau terima melalui
malaikat jibril baik waktu beliau berada di mekkah maupun di madinah. Demikian
pula halnya dengan sunnah, berakhir pula denga meninggalnya Rasulullah.
Kedudukan nabi Muhammad sebagai utusan Allah SWT tidak mungkin digantikan, tapi
tugas beliau sebagai pemimpin masyarakat dan kepala negara harus dilanjutkan
oleh orang lain. Pengganti nabi sebagai kepala negara dan pemimpin umat islam
ini disebut dengan khalifah.
Perkembangan Tasyri’ pada masa khalifah pertama
yaitu Abu Bakar Ash-Shidiq mengalami sedikit masalah dengan munculnya
pemberontakan, orang murtad dan muncul beberapa masalah hukum baru yang tidak terdapat dalam Nash Al Quran
dan Hadist sehingga muncul metode penyelesaian masalah baru berupa ijtihad
sahabat (Ijma’ dan Qiyas). Setelah Abu Bakar Wafat, tongkat kekhalifahan di
pegang oleh Umar bin Khattab, Perkembangan Tasyri’ pada masa ini dipengaruhi
oleh perluasan wilayah islam sehingga muncul bebagai masalah-masalah baru.
Maka pada makalah ini pemakalah ingin mencoba
memaparkan perkembangan Tasyri’ pada masa khalifah Umar bi Khattab.
B. Rumusan
Masalah
1.
Riwayat Singkat Khalifah Umar Bin Khattab.
2.
Pengangkatan Khalifah Umar Bin Khattab.
3.
Kemajuan-kemajuan yang Dicapai Umar Bin Khattab.
4.
Perkembangan
Tasyri’ Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab.
5.
Sumber-sumber
Tasyri’ Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab.
C.
Tujuan Penulisan
Pembaca diharapkan dapat mengenal
khalifah Umar Bin Khattab dan mengetahui perkembangan tasyri’ pada masa
pemerintahan khalifah Umar Bin Khattab.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Singkat Khalifah Umar Bin
Khattab
Umar bin Khattab (583-644 M) memiliki
nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin
Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah khalifah
kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq[1].
Umar bin khattab lahir di Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda
dari Rasulullah Umar juga termasuk kelurga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani
Ady). Suku yang sangat terpandang dan berkedudukan tinggi dikalangan
orang-orang Qurais sebelum Islam. Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan
kuat, wataknya keras, pemberani dan tidak mengenal gentar, pandai berkelahi,
siapapun musuh yang berhadapan dengannya akan bertekuk lutut. Ia memiliki
kecerdasan yang luar biasa, mampu memperkirakan hal-hal yang akan terjadi
dimasa yang akan datang, tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih.
Umar bin Khatthab adalah salah satu
sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW. Peranan umar
dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang paling menonjol kerena
perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya yang lain. Adanya
penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan fakta yang
diakui kebenarannya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan, bahwa
jika tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Isalm
belum tentu bisa berkembang seperti zaman sekarang.
Khalifah Umar bin Khatab dikenal sebagai pemimpin yang sangat disayangi
rakyatnya karena perhatian dan tanggungjawabnya yang luar biasa pada rakyatnya.
Salah satu kebiasaannya adalah melakukan pengawasan langsung dan sendirian
berkeliling kota mengawasi kehidupan rakyatnya. Dalam banyak hal Umar bin
Khatthab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan kreatif, bahkan
genius. Beberapa keunggulan yang dimiliki Umar, membuat kedudukannya semakin
dihormati dikalangan masyarakat Arab, sehingga kaum Qurais memberi gelar ”Singa
padang pasir”, dan karena kecerdasan dan kecepatan dalam berfikirnya, ia
dijuluki ”Abu Faiz”[2].
B.
Pengangkatan Khalifah Umar Bin
Khattab
Pada musim panas tahun 364 M Abu
Bakar menderita sakit dan akhirnya wafat pada hari senin 21 Jumadil Akhir 13
H/22Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Sebelum beliau wafat telah menunjuk Umar
bin Khatab sebagai penggantinya sebagai khalifah. Penunjukan ini berdasarkan
pada kenangan beliau tentang pertentangan yang terjadi antara kaum Muhajirin
dan Ansor. Dia khawatir kalau tidak segera menunjuk pengganti dan ajal segera
datang, akan timbul pertentangan dikalangan umat islam yang mungkin dapat lebih
parah dari pada ketika Nabi wafat dahulu[3].
Dengan demikian, ada perbedaan antara
prosedur pengangkatan Umar bin Khatab sebagai khalifah dengan khalifah
sebelumnya yaitu Abu Bakar. Umar mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua
tidak melalui pemilihan dalam system musyawarah yang terbuka, tetapi melalui
penunjukan atau watsiat oleh pendahulunya (Abu Bakar).
Pada saat itu pula Umar di bai’at oleh kaum muslimin, dan secara langsung
beliau diterima sebagai khalifah yang resmi yang akan menuntun umat Islam pada
masa yang penuh dengan kemajuan dan akan siap membuka cakrawala di dunia
muslim. Beliau diangkat sebagai khalifah pada tahun 13H/634M.
C.
Kemajuan-kemajuan yang Dicapai Khalifah Umar
Bin Khattab
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan
Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian
Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara
dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi
daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman
Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan
ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20 ribu pasukan
Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan
Romawi di Asia Kecil bagian selatan.
Umar melakukan banyak reformasi
secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk
membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga
memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam.
Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di
Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum
Islam. Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi
gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat
sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah,
tahun keempat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan
Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ada beberapa perkembangan peradaban
Islam pada masa khalifah Umar bin Khathab, yang meliputi Sistem pemerintahan
(politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
1.
Perkembangan
Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab,
kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam
memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat,
Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan
penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa
Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu
tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan[4].
Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti
Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil
alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur
menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah,
Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab mulai dirintis tata cara
menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai sejak masa
Umar pemerintahan dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi.
Karena telah banyak daerah yang
dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan administrasi pemerintahan, maka
khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana kekuasaan seorang hakim
(yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif). Adapun hakim
yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik dan
mempunyai integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan
sebagai Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur al-Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn
Shamit sebagai Qadhi Palestina, Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi kufah.
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai
berkembang suatu lembaga formal yang disebut lembaga penerangan dan pembinaan
hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya sistem atau badan kemiliteran.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab
ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena
wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan
pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
2.
Perkembangan Ekonomi
Karena perluasan daerah terjadi
dengan cepat, dan setelah Khalifah Umar mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pada masa ini
juga mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah.
Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga
eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk.
Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa
mata uang, dan membuat tahun hijriah[5].
Dan menghapuskan zakat bagi para Mu’allaf. Ada beberapa kemajuan dibidang
ekonomi antara lain :
a. Al
kharaj
Kaum muslimin diberi hak menguasai
tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan
ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi
bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (Al kharaj).
b. Ghanimah
Semua harta rampasan perang
(Ghanimah), dimasukkan kedalam Baitul Maal Sebagai salah satu pemasukan negara
untuk membantu rakyat. Ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam
mengelola harta tersebut.
c. Pemerataan
zakat
Umar bin Khatab juga melakukan
pemerataan terhadap rakyatnya dan meninjau kembali bagian-bagian zakat yang
diperuntukkan kepada orang-orang yang diperjinakan hatinya (al-muallafatu
qulubuhum).
d. Lembaga
Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah
meliputi wilayah Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang
menjadi persoalan adalah pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin
pemerintah maupun biaya tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke
wilayah tetangga lainnya. Oleh karena itu, dalam kontek ini Ibnu Khadim
mengatakan bahwa institusi perpajakan merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja
yang mengatur pemasukan dan pengeluaran[6].
3.
Perkembangan Pengetahuan
Pada masa khalifah Umar bin Khatab,
sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah
kecuali atas izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi kalau ada
diantaa umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah, ini berarti
bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah
terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab,
nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru
ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima perangnya,
apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka mendirikan Mesjid
sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan
ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di
mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk
tiap-tiap daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi
al-Qur'an dan ajaran Islam lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk
Islam.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong
kegiatan pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut
agama Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima
langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari
daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah
menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah
pembidangan disiplin keagamaan.
Dengan demikian pelaksanaan
pendidikan dimasa khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar
memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan,
disamping telah ditetapkannya mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah
terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan materi yang
dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya.
4.
Perkembangan Sosial
Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab
ahli al-dzimmah yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam
diwilayah kekuasaan Islam. Al-dzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan
Majusi. Mereka mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar.
Dengan membuat perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
Keharusan orang-orang Nasrani
menyiapkan akomodasi dan konsumsi bagi para tentara Muslim yang memasuki kota
mereka, selama tiga hari berturut-turut.
Pada masa umar sangat memerhatikan
keadaan sekitarnya, seperti kaum fakir, miskin dan anak yatim piatu, juga
mendapat perhatian yang besar dari Umar ibn Khathab.
5.
Perkembangan
Agama
Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu
gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi ; ibu
kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara
Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah
kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke
Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah
pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu
kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah
kekuasaan Islam[7].
Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat
Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu
kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul
dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu,
wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria,
sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Dalam kata lain. Islam pada zaman
Umar semakin berkembang.
Jadi dapat disimpulkan, keadaan
agama Islam pada masa Umar bin Khatthab sudah mulai kondusif, dikarenakan
karena kepemimpinannya yang loyal, adil, dan bijaksana. Pada masa ini Islam
mulai merambah ke dunia luar, yaitu dengan menaklukan negara-negara yang kuat,
agar islam dapat tersebar kepenjuru dunia.
D. Perkembangan Tasyri’ Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab
Setelah
Umar bin Khattab mengantikan Abu Bakar sebagai khalifah, beliau melanjutkan apa
yang dicita-citakan Abu Bakar untuk menyebarkan islam ke berbagai wilayah. Umar
pun mampu melaksanakannya dengan menguasai beberapa daerah seperti persia,
syiria, kuffah, basrah, mesir dan armenia. Islam pun menyebar sehingga banyak
orang mawalli (bukan orang arab) bnyak yang masuk islam dengan beraneka latar
belakang kehidupan sosial budaya. Permaslahan baru pun muncul, tidak hanya
menyangkut pada masalah kehidupan sosial tetapi juga berhubungan dengan
pemerintahan dan ketahanan pangan. Harta rampasan perang yang seharusnya 1/5
untuk Allah dan Rasul Nya, dan 4/5 dihabiskan untuk pasukan perang , oleh
beliau itu tidak dilaksanakan seperti yang sudah diatur pada masa rasul. Beliau
berpandangan bahwa lebih maslahat jika tanah itu tetap dikelola oleh
pemiliknya. Namun sebagian hasilnya dipungut untuk kepentingan umat, temasuk
untuk keperluan perang[8].
Disamping
itu, berbagai persoalan banyak bermunculan setelah terjadinya penyebaran islam
ke berbagai daerah yang memiliki sosio historis berbeda dengan bangsa arab.
Ditambah lagi dengan munculnya persoalan sunnah nabi yang datang dari umat
islam sendiri dan dari kelompok lain (munafiq). Dari dalam umat islam sendiri
banyak hadist yang berubah karena faktor lupa dan keliru dalam menerima dan
menyampaikannya. Sedangkan dari kelompok munafik, mereka sengaja melakukan
pendustaan dan kebathilan dalam sunnah dengan maksud merusak agama islam. Oleh
karena itu pada masa Umar, para sahabat dilarang keluar dari madinah agar tidak
menyebarkan hadist secara sembarangan dan dapat melakukan musyawarah dalam
menghadapi persoalan hukum yang penting[9].
Adapun
yang menjadi faktor-faktor perkembangan tasyri’ pada periode ini adalah :
1.
Kebanyakan umat Islam adalah orang awam yang belum mampu memahami nas-nas Al
quran dan hadist kecuali dengan bantuan orang-orang yang mengajarkan kepadanya.
2. Materi
undang-undang tersebut belum tersebar luas dikalangan umat Islam sehingga
setiap individu belum dapat mempelajarinya, sebab teks Al-Qur'an pada awal
periode ini baru dihimpun dalam lembaran-lembaran khusus yang disimpan di rumah
kediaman Rasulullah saw dan di rumah sebagian sahabat-sahabatnya, dan sunnah
pun belum dikodifikasikan sama sekali.
3. Materi
undang-undang hanya mensyariatkan hukum-hukum tentang berbagai peristiwa dan
urusan-urusan peradilan yang terjadi itu dan belum mensyariatkan hukum-hukum
tentang peristiwa yang belum dan yang mungkin akan terjadi. Sementara umat
Islam terus menerus akan dihadapkan oleh sejumlah kebutuhan hukum tentang
kejadian baru serta urusan peradilan yang belum pernah terjadi pada masa Nabi
saw, dan ketetapan hukumnya pun belum ada dirumuskan dalam nas-nas.
Sehubungan dengan hal tersebut
diatas, maka para ulama dari kalangan sahabat dan tokoh-tokoh pada periode ini berkewajiban
menegakkan Tasyri’ itu. Kewajiban tersebut berupa:
1.
Menjelaskan kepada umat Islam tentang persoalan-persoalan yang membutuhkan
penjelasan dan interpretasi dari teks-teks hukum dalam Al-Qur'an dan sunnah.
2.
Menyebarluaskan di kalangan umat Islam tentang hal-hal yang mereka hafal dari
ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah saw.
3.
Menfatwakan kepada masyarakat tentang peristiwa-peristiwa hukum dan
urusan-urusan peradilan yang belum ada ketetapan hukumnya.
E.
Sumber-Sumber
Tasyri Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab
a. Al-Quran
Al- Qu’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Rasulullah dengan lafadz dan maknanya. Para sahabat sama sekali tidak pernah
mendahului Al-Qur’an, karena ini adalah sumber pertama bagi penentuan aqidah
Islam, akhlak yang mulia, dan hukum- hukum amal perbuatan termasuk juga bahasa.
Adapun
manhaj para sahabat dalam mengistinbatkan hukum dari Al-Qur’an adalah
sebagai berikut :
Jika ada
masalah yang muncul dan memang sudah ada hukumnya serta kandungan dalil yang
tepat maka mereka akan mengambil dalil ini tanpa bermusyawarah dengan siapapun
dan tidak ada perbedaan sama sekali diantara mereka dalam masalah ini.
Perbedaan terkadang muncul dalam beberpa hukum yang diambil dari Al-Qur’an
walaupun tidak ada dalil yang menentangnya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
nash yang memilki makna lebih dari satu, seperti adanya kata musytarak ( beragam makna ) yaitu kata yang
mengandung dua makna atau lebih, maupun kata yang bermakna majaz ( kiasan ).
Contoh
kata quru’ dalam firman Allah QS : Al-Baqarah : 228
Artinya : wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'
Kata tersebut
adalah bentuk jama’ dari kata tunggal qar’un yang bisa diartikan Haid dan bisa juga Suci.
b. Al-Hadits
Para sahabat selalu kembali dan mengacu kepada Hadist dalam
mengishtinbatkan hukum ketika tidak menemukan nash dalam Al- Qur’an,
karena Hadist adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Adapun cara para sahabat dalam mengamalkan Hadist pada zaman ini adalah jika ada hadist dan
perwainya yakin karena ia mengetahuinya, atau karena perawinya bisa dipercaya
atau ada yang memberi persaksian dan tidak diketahui dia sudah meninggal sebelum
periwayatan, atau tidak ada yang menentangnya maka dalam keadaan ini mereka
tidak akan ragu- ragu untuk menerima dan mengamalkan dan berfatwa dengannya.
Namun jika kepercayaan terhadap perawinya lemah apalagi ia hanya sendirian,
maka inilah yang akan mereka tolak, termasuk ketika Hadistnya kuat dan
perawinya terbukti. Namun, ada sahabat yang mengatakan bahwa itu sudah dimansukh
oleh Rasulullah maka mereka tidak ragu untuk menolak hadist tersebut. Atau ketika
ada Hadist yang kuat perawinya, namun ada dalil lain yang lebih kuat dan
bertentangan dengan hal itu maka inipun akan ditolak. Semua sesuai dengan kondisi
perawi dan cara penganbilan hadist atau ada yang menolaknya. Mungkin saja seorang
sahabat menilai hadist ni kuat, namun sahabat lain menganggap hadist ini lemah
sehinga mereka pun berbeda pendapat dalam menetapkan hukum dan sumber perbedaan
berasal dari kepastian sebelah pihak dan tidak adanya kepercayaan dari pihak
lain sesuai dengan apa yang didengar, diyakini dan dipahami dalam
mengistinbatkan hukum dari Al-Qur’an ketika berhadapan dengan Hadist, atau dari
Hadist yang lebih kuat menurut penilaiannya.
Contoh adalah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, siapa yang
membawa jenazah, maka hendaklah ia berwudu’. Hadist ini tidak dapakai oleh
Abdullah bin Abbas dan ia berkata, kita tidak wajib berwudu’ karena membawa
tiang rumahnya.
c. Ijtihad Sahabat
Jika dalam suatu permasalahan yang
muncul itu tidak ditemukan hukumnya dalam Al-Quran maupun Hadits, maka para
sahabat pun berijtihad dengan menggunakan Ra’yu / buah pemikiran mereka.
ijtihad adalah mencurahkan segenap kesungguhan dalam penggalian hukum syar’i
yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits yang telah ditetapkan sebagai dalil
hukum. Ijtihad yang dilakukan para sahabat dalam periode ini biasanya
menggunakan metode ijma’/qiyas baru kemudian maslahah. Ijma’ terjadi secara
jama’i terhadap suatu permasalahan, namun pada masa ini ijma’ tidak harus dalam
suatu acara yang formal namun bisa berbentuk diskusi / Tanya jawab antara dua
orang sahabat atau lebih, yang walaupun biasanya masing-masing punya metode
sendiri-sendiri sehingga jarang sekali terjadi penyatuan pendapat, namun
perbedaan ini tidak sampai menimbulkan konflik di kalangan umat islam itu
sendiri, hal ini malah mampu menambah tsarwah fiqhiyyah mereka.
Dalam metode qiyas para sahabat
mengambil hukum dari nash-nash yang bisa dikaji ulang, dengan asumsi bahwa
setiap nash itu punya illat (sebab hukum) yang menjelaskan sebab
hukumnya, punya illat yang bisa dijadikan dasar penggalian hukumnya,
punya illat yang bisa memungkinkan masuknya kategori permasalah baru
yang di dalamnya dijumpai adanya illat tersebut, sedangkan nash itu tidak
menghukumi perkara baru tersebut. Bila kedua hal itu tidak bisa dilakukan maka
biasanya para sahabat kabir mencari jiwa hukumnya / subtansi hukumnya yang menurut
mereka pasti akan mempunyai satu arah/tujuan yaitu kemaslahatan dan keadilan
hukum. Metode maslahah ini banyak digunakan sahabat ketika melihat bahwa dalam
masyarakatnya yang baru dan majemuk, serta perbedaan sosio-kultural di antara
masyarakat satu dengan yang lainnya, membutuhkan dinamisasi hukum, karena
permasalahan-permasalahan sosial yang bersifat dinamis itu tidak mungkin
dihukumi dengan nash-nash syar’I yang statis yang hanya diberlakukan pada suatu
daerah hukum dan masyarakat di Mekkah dan Madinah saja.
Para sahabat pada masa ini tidak
berijtihad/mengeluarkan pendapat terhadap suatu perkara sehingga perkara itu
muncul/ ada yang menanyakannya, jika hal itu terjadi maka mereka berijtihad
untuk menggali hukumnya, jika tidak maka mereka tidak pernah membuat suatu
institusi hukum semisal MUI untuk membuat masalah sekaligus menghukuminya. Hal
inilah yang menyebabkan fatwa-fatwa hukum yang dinukil dari para sahabat di
periode ini sangat sedikit sekali.
Dasar penggunaan ketiga sumber hukum
ini adalah hadits yang menceritakan tentang pengutusan Mu’adz bin Jabal ke Syam
oleh Nabi SAW, sbelum mengutusnya Nabi menanyainya,bila engkau menemukan
masalah di sana apa yang akan kau lakukan? Maka muadz pun menjawab aku akan
menghukuminya dengan Kitab Allah, dan jika aku tidak menemukan hukumnya, maka
aku akan kembali pada sunnah RasulNya, dan jika aku tidak berhasil, maka aku
akan berijtihad (untuk menghukuminya) dengan pikiranku. Kemudian rasul menepuk
bahunya sebagai tanda persetujuan beliau terhadap Mu’adz bin Jabal.
Contoh
Ijtihad Pada Masa Khalifah Umar Bin Khattab
·
Tentang satu orang yang dibunuh oleh beberapa orang
Pada masa kekhalifahan Umar bin Al-Khattab, Khalifah kedua setelah Abu
Bakar, terjadi suatu peristiwa hukum berupa pembunuhan massal, atau pembunuhan
yang dilakukan oleh beberapa orang sekaligus terhadap satu orang, bagaimana
hukumnya?. Ketika dihadapkan pada masalah tersebut, umar merasa bimbang,
kemudian dia pun mendiskusikannya dengan Ali bin Abi Thalib, maka Ali bertanya:
“Apa pendapatmu jika ada sekelompok orang yang bersama-sama mencuri Unta,
apakah engkau akan memotong tangan mereka semua?” “Ya”, jawab Umar. Ali pun
berkata:”Begitulah . . . . ,”. Kemudian atas dasar pola pikir / analogi terebut,
maka umar menetapkan hukum bagi mereka, “Andaikata penduduk Shan’a itu semua
bersama-sama membunuh pria itu, sungguh akan aku bunuh mereka semua”.
·
Tentang
Pencuri Dalam Masa Panceklik
Khalifah umar tidak menghukum potong
tangan seorang pencuri yang mencuri makanan di musim paceklik karena
mempertimbangkan kemaslahatan umat, disamping bahwa memelihara nafs (jiwa) itu
lebih didahulukan daripada memelihara mal (harta). Jadi, perlindungan terhadap
nyawa manusia saat itu lebih dipentingakan daripada harta.
·
Bagian
zakat orang muallaf
Terhadap orang muallaf, di masa
kekhalifahannya Umar tidak memberi bagian zakat kepada mereka, pada zaman Nabi
Muhammad muallaf adalah mereka yang diambil simpatinya agar masuk islam dengan
memberikan zakat kepada mereka. Terhadap mualalf umar berkata:”Sesungguhnya
Allah telah menguatkan islam dan tidak membutuhkan kamu. Jika kamu bertaubat,
silahkan, tetapi jika tidak maka antara kamu dan kami adalah pedang.” Di sini
umar melihat bahwa yang paling maslahat pada saat perluasan islam saat itu
adalah dengan tidak memberikan zakat/harta kepada orang muallaf karena pada
saat itu orang-orang islam sudah sangat banyak sekali sehingga pada saat itu
umar memang benar-benar ingin mengetahui apakah mereka mau masuk islam karena
kesadaran sendiri atau karena iming-iming zakat yang diberikan islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Umar bin
Khattab (583-644 M) memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin Abd
Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin
Lu’ay, beliau adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Adapun kamajuan-kemajuan yang dicapai pada masa khalifah umar meliputi bidang
sistem pemerintahan (politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
Perkembangan tasyri’ pada masa khalifah Umar Bin Khattab menimbulkan berbagai
permasalahan baru yang manyoritas disebabkan oleh peluasan wilayah islam yang
semakin luas sehingga pemeluk agama islam bukan saja dari orang arab tapi juga
orang mawalli (orang yang bukan bangsa arab)’ sehingga pada masa ini yang
menjadi sumber tasyri’ adalah Al Quran, Hadist, dan Ijtihad Sahabat (ijma dan
Qiyas).
DAFTAR
PUSTAKA
Agama, Departemen, Ensiklopedi
Islam,( Jakarta :
Departemen Agama, 1993), jilid ke III.
Haikal, Muhammad Husein, Umar bin
Khatthab, sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan islam dan kedaulatannya dimasa
itu, (Bogor : Pustaka Lintera Antar Nusa, 2002).
Mubarok,
Jaih, Sejarah Perkembangan Hukum Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000).
Setiawan,
Arif, Islam dimasa Umar bin Khatthab, (Jakarta : Hijri Pustaka, 2002).
Syaifuddin, Amir, Ushul Fiqih, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2000) .
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar